Anak adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada setiap orang tua. Anak terlahir dalam keadaan putih bersih layaknya sehelai kertas putih tanpa coretan apapun. Apupun coretannya, akan tergambar jelas pada kertas putih itu. Akhirnya dapat membuat pola, bentuk, bahkan lukisan yang tergambar dengan jelas. Coretan yang akan membentuk pola pada diri seorang anak terdiri dari berbagai jenis, salah satunya adalah pola asuh anak.
Orang tua terkadang menerapkan pola asuh anak yang dianggap tepat untuk putra-putrinya. Padahal hal tersebut belum tentu. Bisa jadi, malah menjadi bumerang bagi anak. Kita sering tidak satu kata saat menerapkan pola asuh. Misalnya, ketika anak melakukan suatu kesalahan, ayah menegur dan memberi hukuman atas kesalahannya. Akan tetapi, ibu malah membelanya. Atau contoh lainnya, anak merusak barang atas kelalaiannya,kemudian ayah menghukum anak harus mengganti barang tersebut dengan cara mengurangi uang jajan anak dengan tujuan agar anak belajar bertanggung jawab, akan tetapi sang bunda merasa tidak tega sehingga memberi uang jajan tambahan tanpa sepengetahan ayah. Jadi jangan heran, ketika ada anak yang tidak kuat mental, selalu lari saat menghadapi maslah, atau selalu membuat ulah di lingkungannya. Hal itu terjadi karena anak menganggap akan ada yang selalu melindunginya. Ia merasa berada pada zona nyaman dan tidak akan ada yang bisa mencelakainya. Oleh karena itu, hal yang perlu kita perhatikan adalah:
- Satukan visi antara ayah-ibu dan semua orang yang terlibat dalam pengasuhan anak
- Komunikasikan terlebih dahulu jika akan menerapkan suatu pola pada anak
- Jika salah satu pihak ada yang tidak setuju terhadap pola yang diberikan pada anak, sebaiknya menahan diri untuk secara langsung membela anak (selama pola asuh tersebut masih dalam batas wajar)
Dengan memperhatikan hal tersebut, diharapkan dalam sebuah keluarga hanya memberikan satu pola asuh anak sehingga maksud dan tujuan yang ingin diajarkan pada anak dapat dipahami oleh anak.